Belajar Sukses dari Semut dan Laba-laba



“Seandainya tidak ada kegagalan, maka tidak akan pernah ada kesuksesan. Seandainya tidak ada kejatuhan, maka tidak akan pernah ada kenaikan. Seandainya tidak ada kerikil, maka tidak akan ada gunung”

(Dr. Ibrahim Elfiky)


Selama manusia memiliki iman, dia akan tetap terpelihara dari kehinaan dan fitnah. Meskipun banyak penderitaan dan cobaan hidup, dia tidak pernah merendahkan dirinya kepada manusia lain kecuali pada sang Khaliq.


Kesuksesan adalah impian setiap orang. Namun, untuk meraihnya butuh cara yang pastinya berbeda. Karena ujian yang dihadapi juga tidaklah sama. Adanya kebiasaan kecil yang dilakukan sehari-hari bisa menjadi tolak ukur kemampuan kita dalam menggapai sukses.


Bermain dengan Semut




Suatu ketika, keisenganku telah membuat beberapa ekor semut kebingungan dengan ujung jariku. Aku menahan perjalanannya menyusuli teman-teman yang berada di depannya. Sekilas Aku melihat semua wajah mereka mirip. 


Aku menandai semut yang pertama. Mataku tertuju terus padanya, namun tiba-tiba salah seorang anakku memanggil. 


“Umi lagi ngapain !”


Sontak, Aku pun kaget dan semut yang kutandai tadi pun entah di mana.


Hal yang sama pun kulakukan lagi. Namun sekarang bersama anakku. Aku mengajaknya bermain ujung jari yang menghentikan beberapa ekor semut. 


Ada beberapa hal terjadi di sana. 

Pertama, saat jalannya tertutup dia sempat bingung. Namun dia mengambil jalan lainnya sehingga bisa menyusul kembali teman-temannya.

Kedua, aku dan anakku menutup lagi jalan yang dia tempuh. Hebatnya dia pun mencari jalan lain sehingga lagi-lagi mampu menyusul teman-temannya. Demikian seterusnya.


Merusak Sarang Laba-laba




Teman-teman pernah tidak membersihkan sarang laba-laba saat beres-beres di rumah? Keesokan harinya di tempat yang sama atau jauh sedikit dari tempat semula, sarang laba-laba itu muncul lagi. Bahkan lebih besar. 


Ternyata laba-laba itu nggak kapok-kapok dirusak sarangnya oleh kita. Sama seperti semut ada fenomena yang sama terjadi di dalam peristiwa tersebut. Sarang yang rusak dibangun lagi dan berulang berkali kali. 


Sifat Menakjubkan dari Semut dan Laba-laba 

Terkadang untuk mempelajari sesuatu kita tidak harus melakukannya melalui baca buku, mendengarkan guru mengajar, melihat you tube. Tapi kita juga bisa belajar dari sekitar kita. Salah satunya memperhatikan hewan-hewan atau pun tumbuhan.


Ada sifat kesabaran, ketidakputusasaan, semangat tinggi dalam bekerja yang dapat dilihat dari semut dan Laba-laba. Mereka tidak pernah mengadu pada temannya bahwasanya rumahnya dirusak atau jalannya terganggu.


Ada sebuah kisah seorang panglima perang kalah dalam pertempuran. Lalu dia mulai mengarahkan pasukannya untuk bangkit melawan musuh. Namun mereka gagal lagi. Demikian seterusnya. Suatu ketika saat dia telah mengalami kekalahan yang ke sekian kalinya, dia pun duduk di bawah baru besar dengan hati sedih dan bingung harus menggunakan strategi apa lagi untuk mengalahkan musuh.


Dalam kesedihannya itu, dia memperhatikan seekor semut yang sedang membawa makanan yang besarnya jauh dari ukuran badannya. Semut itu terus menaiki batu-batu besar. Namun saat hampir mencapai puncak batu, semut terjatuh bersama makanan yang dipikulnya. Semut itu bangkit dan membawanya lagi dari dasar batu. Namun saat sudah di atas batu besar, tiba-tiba sang semut terpeleset ke bawah. Dia pun mulai membawanya lagi. Demikian terjadi hingga empat kali. Jatuh, bangkit lagi. Jatuh dan bangkit lagi.


Panglima yang sedih itu mengambil pelajaran dari semut, bahwa semut pantang putus asa, pantang menyerah selama nafas masih berhembus dan tenaga masih bersisa. Akhirnya panglima itu bangkit dan mengarahkan kembali pasukannya dengan semangat yang berkobar. Hingga akhirnya pasukan musuh pun bisa dipukul mundur.


So, masihkah kita putus asa dengan impian-impian yang telah kita ukir dengan sangat rapi, tiba-tiba berhenti di tengah jalan? 


Masihkah kita kecewa dengan ujian yang terasa demikian berat, padahal bisa jadi di sanalah awal titik terang kita untuk mencapai kesuksesan.


Masihkah kita menyerah, sedih berlarut-larut, menyiksa diri dengan ketidakmampuan yang kita kerjakan sehingga merasa bahwa orang lainlah yang lebih berhak. Akhirnya kita pun akan tertinggal di shaf yang paling belakang.


Masihkah sifat pemarah kita dijunjung tinggi, padahal sifat kesabaran itu menenangkan hingga bisa membersihkan jiwa kita menjadi lebih terdidik dan terarah. Sehingga apapun yang kita kerjakan akan berjalan dengan teliti dan hati-hati akibat tenangnya jiwa kita.


Jadi, yuk sama-sama kita belajar sukses dari semut dan laba-laba. Agar tidak ada lagi kata menyerah, sedih, kecewa, putus asa atau kata lain yang mematikan kreativitas diri kita. Padahal Allah menciptakan kita lebih mulia dibanding mahluk lainnya. Lantas mengapa kita tidak mengakuinya?


Semoga artikel ini bermanfaat buat teman-teman sekalian.



No comments

Terima kasih atas kunjungannya. Silahkan tinggalkan pesan atau saran seputar tema pembahasan :).