Beberapa minggu sebelum Idul Fitri tiba, kalimat “Kalian pulang lebaran ini?” telah memenuhi ruang pikiranku. Moment yang pasti ditunggu bagi para orang tua yang memiliki anak dirantau. Setahun tidak berjumpa serasa seribu tahun lamanya. Kerinduan mereka pun akan lebih besar saat cucu-cucunya jarang berjumpa.
Pun demikian bagiku sebagai perantau di pulau seberang. Walau jauh jarak antaraku dengan mereka, namun hati serasa begitu dekatnya.
Masih terlintas dalam benakku, di mana beberapa hari sebelum lebaran tiba. Aku membuat beberapa kue kering bersama saudara kandungku. Gorden ruangan rumah telah dicuci bersih untuk diganti dengan gorden yang baru. Kaca jendela, karpet semua telah bersih dan glowing. Dua hari sebelum lebaran mama membuat lontong yang cukup banyak. Masaknya pun di luar rumah dengan menggunakan kayu bakar agar lebih menghemat gas. Tidak lupa daging digodok dengan berbagai menu khas Aceh. Seperti rendang Aceh, masak putih, taucho, bawang goreng yang semuanya sebagai pelengkap kudapan lontong khas Aceh.
Tradisi ini selalu dilakukan oleh keluargaku. Masak yang banyak agar bisa memberikan makan pada saudara atau pun tamu yang datang ke rumah.
Saat menulis ini, sembari tersenyum dan merasakan suasana itu masih ada di dekatku. Sentuhan tangan mama dipundakku mengingatkan jangan sampai gosong kue keringnya karena keasyikan nonton sambil membuat kue. Atau nasehat mama saat Aku dan kakakku capek membuat kue yang terlalu banyak. Kata mama “harus sabar terhadap semua keadaan.
Kesedihan yang Biasa
Sejak awal mula Aku menginjak kota Bogor demi studi, saat itulah perasaan sepi dan sendiri mulai menghantui. Aku yang biasanya berada di rumah bersama saudara, mama dan papa selalu bercengkrama. Namun tiba-tiba suasana itu dipaksa berbeda. Meskipun bersama para sahabat pencinta ilmu namun kedekatan yang dirasa tidaklah sama.
Tahun pertama Aku bisa pulang, tahun kedua dan seterusnya Aku dipaksa harus menyelesaikan studi tepat waktu agar beasiswanya tercukupi. Tidak masalah sih sebenarnya jika mau leyeh-leyeh. Yang jelas jika beasiswa telah sampai targetnya dan Aku belum selesai maka mau tidak mau harus merogoh kantong sendiri untuk membayarnya. Saat itu lumayan besar sih biaya per bulannya. Belum makan, bayar kontrakan. Yang jelas harus ada passive income buat nambahin yang berlubang.
Setelah studi selesai Aku pun harus berdomisili di Bogor bersama suami. Karena suami mendapatkan pekerjaannya di kota ini. Kami menikah saat beberapa bulan sebelum keberangkatan studiku di Bogor.
Tahun pertama masih bisa pulang, tahun kedua dan beberapa tahun berikutnya seperti biasa kami pun tidak bisa pulang apalagi sudah memiliki anak yang notabene ongkos pesawat menjadi dua kali lipat. Qi qi qi.
Rindu yang Membuncah
Hati siapa yang tidak senang saat bertahun-tahun tak jumpa di momen yang indah Allah satukan.
Air mata mana yang tidak mengalir saat puluhan purnama berlalu di momen yang dinanti bersatu dalam haru.
Mata mana yang tidak akan mau terpejam setelah sekian bulan lamanya menanti hanya dinikmati lewat suara saja.
Idul Fitri adalah hari yang paling indah Allah anugerahkan bagi para perantau, pekerja yang jauh dari kampung halamannya.
Tidak ada kata-kata yang paling indah untuk diukir selain perjumpaan pada sanak keluarga yang terikat dalam silaturahim.
Sebenarnya semua sudah diatur oleh sang pencipta. Sebanyak apapun uang kita, jika Dia belum meringankan langkah kita pasti tidak akan sampai di sana. Awalnya sedih namun sekarang biasa. Kelak suatu saat Aku juga akan merasakan momen ini dari anak-anakku. Jadi mungkin inilah saat-saat Aku belajar merajut rindu pada orang-orang yang kusayangi agar bisa mengelolanya dengan cantik.
Ada beberapa tips dariku yang bisa mengelola hati dengan cantik saat tidak bisa mudik.
1. Ciptakan Suasana Lebaran
Suasana lebaran di kampung dengan dirantau tentu yang membuat kangen adalah di kampung. Nah, bagi teman-teman yang merasakan hal yang sama, tidak ada salahnya menciptakan suasana lebaran dikampung di rumah kita. Tentu harus ada kerjasama dengan suami maupun anak-anak.
Suasana apakah itu?. Misal memasak lontong di luar menggunakan kayu bakar sambil bercerita pada anak-anak sehingga mempererat kedekatan juga kan dengan anak. Apalagi hampir semua anakku sangat suka mendengar uminya bercerita. Qi qi qi.
Atau membuat kue lebaran bersama mereka dan kue bolu dengan jenis kue kering dan resep kue bolu yang sama seperti di kampung halaman. Jadi bisa sedikit mengobati rasa rindu yang melanda.
2. Video Call Mereka
Biasanya, setelah pulang shalat Idul Fitri kita bersalaman pada kedua orang tua maupun saudara. Dilanjutkan bersalaman pada saudara dekat ibu dan ayah baru kemudian tetangga di sekitar kita.
Nah, berhubung kita tidak bisa mudik, maka hal yang sama bisa juga dilakukan meskipun jarak kita berbeda. Alhamdulillah sekarang tekhnologi sudah canggih, kalau dulu menelepon orang yang jauh hanya mendengar suaranya saja. Sekarang bisa melihat wajahnya pula.
Jadi, video call lah mereka semua. Sambil bercerita dan tidak lupa diawali mohon maaf lahir dan batin.
3. Silaturahim Keluarga Rantau
Jangan sedih sendiri. Bukan hanya kita kok yang bersedih di dunia ini saat tak mampu mudik. Ada banyak saudara seperantauan merasakan nasib yang sama.
Silaturahimlah kepada mereka yakni saudara dekat maupun saudara jauh dari ayah maupun ibu kita. Karena perasaan sedih yang sama dengan saudara dekat dari ayah dan ibu kita, membuat diri seolah berjumpa pada orang-orang dekat kita secara tidak langsung.
4. Silaturahim Sesama Teman Perantau
Sama seperti kita mengunjungi saudara dekat ayah dan ibu kita, mengunjungi teman seperantauan juga mengobati kesedihan yang sama. Karena mereka juga merasakannya. Merencanakan pergi ke suatu tempat bersama dengan mereka juga mampu mengobati kesedihan hati saat tidak mudik.
5. Minta Doanya
Meminta doa dari kedua orang tua merupakan harapan yang pasti akan terjadi. Keridhoan dari keduanya kadang menjadikan sesuatu yang tidak mungkin menjadi kenyataan. Harapan itu pula menghibur hati keduanya bahwa mereka masih merasa dibutuhkan oleh kita meskipun kita jauh dari mereka. Bahkan doa dari keduanya mampu menembus langit ke tujuh hingga semua malaikat mengaminkan.
Inilah beberapa tips mengelola hati dengan cantik meskipun tidak bisa mudik. Tapi yang pasti harapan untuk bisa bertemu pada lain kesempatan tetaplah ada. Aku yakin, teman-teman punya tip yang lebih keren dalam mengelola hati saat tak bisa mudik. Setidaknya bisa berbagi pada teman-teman yang lain juga di kolom komentar.
Semoga Allah selalu mempertemukan dan mempermudah kita para perantau untuk bisa merasakan kedekatan pada orang-orang tercinta tanpa ada sekat sedikit pun jua. Akan kuingat nasehatmu mama selalu “harus sabar terhadap semua keadaan”. Aamiin Allahumma aamiin ❤️.
No comments
Terima kasih atas kunjungannya. Silahkan tinggalkan pesan atau saran seputar tema pembahasan :).