Momen Ramadan yang Tak Terlupakan di Tahun 2005
Ana susan
"Anak mana sih yang tidak bermuram durja saat ramadan tiba harus jauh dari orang tuanya. Kebiasaan yang selalu berkumpul, makan bersama, menyiapkan bukaan bersama, menyantap menu masakan ibunya yang sangat enak. Namun harus jauh dari mereka semua disebabkan sebuah alasan."
Mamaku sangat jago dalam setiap masakan Aceh. Bumbu rempah yang melingkupi di setiap masakannya menambah selera bagi siapa saja yang mencicipinya.
Adalah wajar jika sebagian keluarga besar mama dan papa pasti nggak bakalan nolak jika diajak makan oleh mama di rumah.
Tradisi menjamu tamu dengan makan nasi plus lauk sekedarnya di rumah baik dari keluarga maupun teman adalah sebuah tradisi yang biasa dilakukan di daerah Aceh.
Apalagi jika makanan yang dijamu tersebut enak banget. Dengan lauk khas Aceh. Seperti keumamah, ikan kayu Sunti, kuah belangong dan masih banyak lagi.
Testimoni dari mereka hingga sekarang mengatakan hal yang sama. Saat Aku sebagai perantau bertemu dengan saudara sepupu seayah juga mengatakan hal yang sama. Bahkan pasangan mereka pun mengakuinya.
Ramadan Penuh Kesedihan
Beberapa hari sebelum ramadan, biasanya Aku telah menyiapkan tiket pesawat untuk pulang kampung. Tujuannya agar mendapatkan tiket murah. Biasalah bagi anak kos yang sedang studi di pulau seberang.
Ramadan terakhir bertemu di tahun 2004. Namun tahun 2005 Aku tidak pulang mengingat lagi hamil besar anak pertama.
Kenangan itu pun kembali. Nggak bisa pulang saat kelahiran anak pertama. Tepatnya hampir setahun setelah tsunami melanda daerah Aceh.
Kenangan itu tidak bisa diukir saat itu. Mengingat daerah tempat aku dilahirkan porak-poranda meskipun jika dibersihkan masih bisa. Namun trauma yang dialami oleh keluargaku terutama papa masih meninggalkan sisa yang mendalam.
Aku sendiri dalam situasi setelah bersalin bulan lima tahun 2005, yang tentu tidak bisa pulang ke sana. Demikian hebatnya kerusakan yang dialami daerah Banda Aceh dan sekitarnya. Apalagi rumah kelahiranku pun hanya beberapa kilometer dari bibir pantai.
Hatiku saat itu hancur berkeping -keping. Membayangkan yang tidak-tidak dari keluarga yang berada di sana. Kabar dari mereka pun baru terdengar setelah dua hari kemudian.
Alhamdulillah mereka baik semua. Hanya papaku yang trauma, karena sempat terbawa tsunami hingga menyisakan celana pendek saja. Tubuhnya penuh lumpur hingga adik laki-lakiku hampir tak mengenalnya saat ditemukan pada pukul tiga sore.
Ingin rasanya raga ini saat itu berada di sana. Bersama mereka. Menjalani hari-hari dengan penuh perjuangan.
Namun apa daya ragaku berada tepat disamping suami dan anak pertama dengan kondisi persalinan yang belum begitu pulih total. Belum lagi masih tabunya menjadi ibu tanpa curhatan pada mama yang sudah memiliki sejuta pengalaman.
Takjil Ramadan Hanya Fatamorgana
Ramadan tahun 2005 bak fatamorgana. Dari jauh terlihat ada tapi saat mendekat di tiada.
Itulah yang ku alami. Tersenyum sambil memandang wajah mungil yang berada tepat di depan wajahku. Membeli takjil khas ramadan dan menyiapkan untuk berbuka bersama mama. Ada banyak pilihan menu yang ada di sana. Dan itu sungguh menggoda.
Baca juga Tiga Jajanan Khas Aceh Saat ramadan
Terkadang sesekali, Aku menelan air ludah yang telah kering. Sesekali tatapanku dan suami beradu dan menyisakan kehampaan. Namun, kami harus kuat. Agar orang-orang yang kami cintai di Aceh saat itu juga kuat.
Meugang yang Terlewat
Tak hanya ramadan saja bagaimana fatamorgana, meugang pun terlewat begitu saja.
Sop tulang, rendang Aceh, masak daging puteh dan masih banyak menu meugang saat menjelang Ramadan terlintas seketika di benakku sama suami. Dan kami pun tersenyum. Sambil saling mengatakan,
"Yuk kita bikin di sini juga!" sambil menghiburku.
Meugang sendiri adalah tradisi memasak daging dan menikmatinya bersama keluarga dan anak yatim piatu masyarakat Aceh.
Tradisi meugang ini selalu dilakukan oleh seluruh masyarakat Aceh. Sepanjang kita berjalan keluar rumah pasti akan tercium aroma rempah dari daging yang dimasak. Sehingga aroma itu pun dapat juga kami rasakan di pulau seberang.
Tetap Berprasangka Baik pada Nya
Yah, semua kondisi tersebut telah digariskan oleh yang Maha Kuasa. Sedetail apa pun rencana kita untuk mengatur semuanya tak mampu mengalahkan ketentuan dari Nya.
Biarkan ramadan tahun 2005 itu menjadi momen ramadan yang tak terlupakan bagi kami perantau. Kelak akan menjadi buku cerita bagi anak dan cucu kami ke depan. Bahwa semua kejadian itu telah terekam indah dalam benak kami.
Hanya membayangkan kehadiran mereka di tengah-tengah kami. Senyumnya, masakannya, kebersamaannya sangat indah dan tak bisa ku lupakan dalam ingatan meskipun hanya sekejap mata. Tak terasa air mata menggenang seketika itu juga. Namun kami harus kuat, agar orang-orang yang kami sayangi saat itu juga kuat.
Momen itu adalah momen ramadan yang tak terlupakan olehku hingga sekarang. Saat tulisan ini ku jadikan sebuah cerita menjadikan situasi itu kembali melekat dalam memori yang tak bisa dihapus karena filenya masih tersimpan dengan apik.
Rasa rindu yang teramat dalam ingin dirajut perlahan-lahan hingga mampu menutup tambalan yang telah terbuka. Tapi Alhamdulillah mereka masih ada hingga sekarang. Semoga Allah selalu berkahi usia mereka semua agar kami bisa tetap bertemu di setiap ramadan. Aamiin Allahumma aamiin.
Love all of you my best families ❤️
No comments
Terima kasih atas kunjungannya. Silahkan tinggalkan pesan atau saran seputar tema pembahasan :).