Mengenal Lebih Dekat Jualan Foto di Shutterstok Sebagai Passive Income

 Mengenal Lebih Dekat Jualan Foto di Shutterstok Sebagai Passive Income 

By Ana Susan 



Pernah nggak sih kamu merasa sayang dengan foto-foto hasil jepretanmu yang hanya tersimpan di galeri? Foto sederhana seperti lantai granit, bunga di halaman rumah, atau pemandangan yang indah bahkan kue yang baru selesai kamu bikin, ternyata bisa jadi sumber penghasilan tambahan. Menariknya, kamu tidak perlu jadi fotografer profesional untuk melakukannya. Bahkan pakai handphone pun bisa.


Baca artikel: 9 langkah jualan foto di internet pakai handphone 


Di era digital sekarang, ada banyak platform microstock yang bisa membantu kamu menjual foto secara online. Salah satu yang paling populer dan banyak digunakan adalah Shutterstock. Melalui platform ini, siapa saja bisa mengunggah karya visual dan mendapat royalti setiap kali fotonya diunduh oleh pembeli dari seluruh dunia.


Melalui artikel ini, Aku akan membahas langkah demi langkah bagaimana cara menjual foto di Shutterstock, mulai dari pengenalan, cara daftar, teknik upload, hingga strategi agar foto cepat laku di beberapa artikel berikutnya.


Di Bagian pertama ini, kita akan mengenal lebih dekat apa itu Shutterstock dan seberapa besar potensi passive income yang bisa kamu dapatkan


Apa Itu Shutterstock?


Shutterstock berdiri pada tahun 2003 di New York, Amerika Serikat, dan kini menjadi salah satu marketplace konten visual terbesar di dunia. Saat ini ada lebih dari 450 juta foto, ilustrasi, vektor, dan video yang tersedia untuk diunduh, dengan tambahan 200 ribu konten baru setiap hari.😱


Platform ini mempertemukan jutaan pembeli dari berbagai negara dengan para kontributor (fotografer, ilustrator, desainer, videografer) yang mengunggah karyanya. Jadi, begitu fotomu diterima di Shutterstock, ia bisa muncul di hasil pencarian dan dibeli oleh siapa saja, dari perusahaan besar, media, hingga pebisnis kecil.


Mengapa Menjual Foto di Shutterstock?


Ada banyak alasan kenapa Shutterstock menjadi pilihan favorit para fotografer dan desainer:


1. Pasar Global, dimana fotomu bisa diakses dan dibeli oleh orang di lebih dari 150 negara.


2. Royalti yang Berulang, setiap kali foto diunduh, kamu mendapat royalti. Foto yang sama bisa laku berkali-kali.


3. Mudah diakses, pendaftaran gratis, hanya butuh email aktif dan identitas. Upload bisa lewat laptop maupun HP.


4. Passive Income, foto yang diunggah sekali bisa terus menghasilkan dalam jangka panjang. Apalagi jika ada yang mendownloadnya berkali-kali. 


Potensi Penghasilan di Shutterstock


Besarnya penghasilan tentu bervariasi. Komisi awal biasanya 15%-40% per penjualan. 


Pemula dengan 50–100 foto biasanya baru dapat beberapa dolar per bulan.


Kontributor aktif dengan ribuan foto bisa menghasilkan ratusan hingga ribuan dolar tiap bulannya.


Contoh sederhananya begini:

Jika kamu punya 500 foto, dan setiap foto rata-rata terunduh 5 kali per bulan dengan royalti $0,25, maka potensi pendapatanmu:


500 × 5 × $0,25 = $625 per bulan


Memang tidak instan, tapi dengan konsistensi, hasil ini sangat mungkin tercapai.


Jenis Foto yang Laku di Shutterstock


Banyak orang berpikir hanya fotografer profesional yang bisa sukses. Padahal, foto sederhana justru banyak dicari. Beberapa kategori foto populer antara lain:


1. Lifestyle, yakni foto aktivitas sehari-hari, bekerja, keluarga dan anak-anak.


2. Food dan Beverage, yaitu makanan, minuman, kopi dan jajanan.


3. Nature dan Animal, yakni bunga, pemandangan dan hewan peliharaan.


4. Business dan Technology, yaitu laptop, smartphone dan pertemuan kerja.


4. Health dan education. Seperti: olahraga, dokter, sekolah dan buku.


Tantangan yang Perlu Diketahui


Menjual foto di Shutterstock memang menjanjikan, tapi juga ada tantangannya:


1. Persaingan Ketat dengan Jutaan Kontributor


Saat ini ada lebih dari 1 juta kontributor aktif di Shutterstock yang berasal dari berbagai belahan dunia. Mereka mengunggah ratusan ribu konten baru setiap hari, mulai dari foto, vektor, hingga video. Artinya, setiap foto yang kamu upload tidak hanya bersaing dengan ratusan, tetapi bisa dengan jutaan konten serupa.


Contohnya:


Jika kamu mengunggah foto “secangkir kopi di meja”, mungkin ada puluhan ribu foto serupa yang sudah ada di database Shutterstock.


Screenshot website Shutterstok.com


Pembeli biasanya mencari dengan kata kunci umum seperti coffee cup, office desk, atau morning routine. Maka, foto kamu harus bersaing muncul di antara ribuan hasil pencarian itu. Kebayang kan tenggelam di bagian manakah foto kita. 🤭


Persaingan inilah, membuat strategi menjadi poin penting bagi kita agar foto kita terlihat di halaman pertama dalam pencarian mereka. Ada beberapa hal yang perlu kita lakukan sebelum menjual foto kita di Shutterstok.


1. Kualitas Foto – Foto dengan pencahayaan bagus, komposisi rapi, dan tajam lebih mungkin dipilih pembeli.


2. Keyword Tepat – Judul, deskripsi, dan kata kunci relevan akan membantu fotomu muncul di hasil pencarian yang sesuai.


3. Menemukan Niche – Daripada mengunggah foto umum seperti “matahari terbenam” (yang sudah sangat banyak), cobalah niche spesifik seperti “matahari terbenam di sawah Indonesia” atau “kopi tubruk khas Jawa”


4. Konsistensi Upload – Algoritma Shutterstock cenderung lebih menyukai kontributor yang aktif dan rutin menambah portofolio.


Jadi, jangan heran kalau foto pertamamu tidak langsung laku. Itu wajar. Justru kuncinya ada di konsistensi dan diferensiasi. Yakni : 


" Bagaimana kamu bisa menampilkan foto unik yang tetap dibutuhkan pasar" 💕


2. Proses seleksi foto cukup ketat, terutama soal kualitas.

Salah satu tantangan utama yang sering dihadapi kontributor baru adalah proses seleksi foto di Shutterstock. Tidak semua foto yang diunggah akan langsung diterima, karena tim kurasi memiliki standar kualitas yang tinggi.


Beberapa aspek penting yang diperhatikan dalam seleksi antara lain:


a. Kualitas Teknis

Foto harus memiliki resolusi tinggi, tajam, dan bebas dari blur yang tidak disengaja. Noise (bintik-bintik pada foto karena ISO tinggi), exposure yang tidak seimbang (terlalu gelap atau terlalu terang), serta fokus yang tidak tepat sering menjadi alasan penolakan.


b. Komposisi yang Baik

Shutterstock mencari foto yang tidak hanya bagus secara teknis, tetapi juga menarik secara visual. Komposisi, sudut pengambilan gambar, serta elemen pendukung dalam foto harus diperhatikan agar hasilnya estetik dan layak jual.


c. Relevansi dan Nilai Komersial

Foto yang diterima biasanya adalah foto dengan potensi pasar. Misalnya, foto yang bisa digunakan untuk ilustrasi artikel, iklan, atau desain. Foto yang terlalu personal atau tidak memiliki nilai jual biasanya akan ditolak.


d. Kebersihan dari Gangguan Visual

Shutterstock juga menolak foto yang ada watermark, logo, atau elemen hak cipta di dalamnya. Selain itu, background yang terlalu ramai atau adanya objek yang mengganggu fokus utama bisa menjadi penyebab penolakan.


e. Legalitas dan Etika

Foto yang menampilkan wajah seseorang biasanya membutuhkan model release (izin tertulis dari model). Begitu juga dengan foto bangunan atau merek terkenal yang bisa melanggar hak cipta. Jika hal ini diabaikan, foto otomatis ditolak.


Jadi, bisa dibilang proses seleksi ini seperti “filter” untuk memastikan hanya foto yang benar-benar berkualitas dan berpotensi laku yang masuk ke marketplace Shutterstock.


3. Butuh waktu hingga foto mulai sering terunduh


Di platform microstock, seperti Shutterstock, Adobe Stock, Freepik, atau Dreamstime, foto tidak langsung populer begitu diunggah. Ada beberapa alasan kenapa butuh waktu hingga foto mulai sering terunduh:


a. Proses Indexing di Mesin Pencarian

Setiap foto yang baru diunggah harus melalui proses pemeriksaan (review) dan indexing agar bisa tampil di hasil pencarian. Algoritma platform biasanya membutuhkan waktu untuk mengenali kata kunci (keyword) yang kamu gunakan dan menyesuaikannya dengan pencarian pembeli.


b. Persaingan dengan Foto Lama

Foto yang sudah lama terunggah dan memiliki banyak unduhan biasanya mendapat peringkat lebih tinggi di pencarian. Artinya, foto baru masih harus bersaing agar bisa naik ke posisi yang lebih terlihat.


c. Kualitas & Relevansi Keyword

Foto akan lebih cepat terunduh jika kamu memakai keyword yang tepat, deskripsi jelas, dan relevan dengan tren pencarian. Jika keyword tidak sesuai, foto bisa "tenggelam" dan butuh waktu lebih lama untuk ditemukan calon pembeli.


d. Membangun Portfolio yang Konsisten

Contributor yang hanya mengunggah sedikit foto biasanya butuh waktu lebih lama agar fotonya sering terunduh. Sebaliknya, kontributor dengan ribuan foto dan konsistensi upload lebih cepat mendapat visibilitas.


e. Faktor Musiman (Seasonal)

Foto tertentu baru akan sering terunduh jika sesuai dengan momen. Misalnya, foto bertema Ramadan akan lebih banyak dicari menjelang bulan Ramadan, atau foto Natal akan naik menjelang Desember.


Jadi, butuh kesabaran, konsistensi upload, dan strategi keyword yang tepat agar foto tidak hanya sekadar lolos seleksi, tapi juga bisa menembus halaman depan pencarian dan akhirnya sering terunduh.


Namun jangan patah semangat! Justru dari sinilah kamu bisa belajar memahami tren pasar dan mengasah keterampilan fotografi. Gimana nih, mau coba jualan foto di Shutterstok? 😍


Kesimpulan 


Shutterstock bisa menjadi peluang besar bagi siapa saja yang ingin mendapatkan penghasilan tambahan, bahkan passive income, dari karya visual. Foto sederhana pun bisa menghasilkan, asalkan kamu tahu cara memulainya.



No comments

Terima kasih atas kunjungannya. Silahkan tinggalkan pesan atau saran seputar tema pembahasan :).